Senin, 17 Oktober 2011

Tak mudah memindahkan teknologi F1 ke mobil jalan raya

Penyerapan teknologi F1 oleh mobil jalan raya (road car) sangat sedikit. Dan pengalihan teknologi itu bukan hal gampang. Salah satu faktornya adalah membuat harga mobil menjadi tidak terjangkau oleh konsumen kebanyakan.

Dalam kecelakaan fatal di GP Kanada tahun 2007 lalu – dan tercatat sebagai salah satu kecelakaan paling fatal di Formula 1 dalam beberapa tahun terakhir- mobil BMW-Sauber Robert Kubica menghantam dinding pembatas dari beton. Sehabis menghantam dinding pertama dengan kecepatan nyaris 300km/jam, mobil BMW Sauber F1.07 bermesin BMW P86/7 tersebut spin kemudian terlempar dan menghantam dinding kembali. Berantakan. Kubica selamat tanpa mengalami cedera serius.
(Mobil BMW-Sauber Kubica terlempar setelah menghantam beton dinding pembatas dan sudah berantakan saat hantaman pertama)

(Kubica terhenti dalam posisi miring. Fatalnya tabrakan dapat terlihat dari serpihan mobil dan kaki pembalap yang terlihat mata telanjang karena monokok robek)

Dari kejadian itu banyak yang bertanya-tanya kenapa teknologi keselamatan yang dipakai di mobil F1 tak diterapkan ke mobil jalan raya? Apakah mungkin bisa? Jika bisa kenapa tak dilakukan secara massal?

Dalam realisasinya, penyerapan teknologi F1 oleh road car memang ada, tapi jumlahnya sangat terbatas. “Teknologi dari F1 tak bisa semuanya dialihkan ke mobil jalan raya,” kata Hubert Paulus dari technology centre ADAC (asosiasi mobil Jerman).

Mobil balap dan mobil jalan raya dipacu dalam kondisi yang sangat berbeda, makanya konstruktor mobil F1 memfokuskan pengembangan cangkang keselamatan alias monokok untuk pembalap. Seorang pembalap yang berada di dalam kokpit mobil F1 atau mobil balap sejenis akan merasa aman meski mobil dipacu sampai ratusan km/jam dan mengalami benturan sekeras apapun karena cangkangnya didesain secara istimewa dan terbuat dari material khusus dengan kepala terlindung oleh sistem keselamatan khusus pula. Para pengemudi mobil balap pun adalah orang-orang terlatih yang sudah terbiasa di dalam kokpit yang maha sempit seperti itu.


(Toyota Yaris (atas) dan Ford Focus (bawah) bisa saja mengadopsi monokok dan komponen pengereman mobil F1, tapi apakah Anda bersedia menebusnya dengan harga mungkin 6 kali lipat lebih mahal dari yang Anda beli sekarang? Dan buat apa?)

Pengemudi mobil biasa pastinya tak akan merasa nyaman terjebak di dalam mobil seperti itu, makanya pabrikan road car lebih mengonsentrasikan pembuatan air bag sebagai solusi keselamatan terbaik bagi pengemudi mobil jalan raya. Tapi bukan berarti engineer motorsport dan road car tidak bertukar teknologi untuk mempertinggi tingkat keselamatan mobil biasa. Misalnya pemakaian material khusus seperti serat karbon untuk monokok pada road car atau teknologi menyerap energi benturan monokok G-CON seperti yang diaplikasi oleh pabrikan mobil Honda pada produk-produk tertentunya.
(Monokok mobil Renault F1 tahun 2009)

Persoalannya adalah jika seluruh monokok mobil jalan raya terbuat dari serat karbon, harga mobil akan sangat mahal. Road car yang memakai material ini pun hanya tipe-tipe tertentu. Misalnya, super car Mercedes-Benz SLR McLaren yang diproduksi dengan jumlah terbatas. Harganya pun selangit, di atas Rp 4 milyar per unit. Struktur bodywork SLR yang berpintu bergaya burung camar laut ini hampir mirip dengan mobil F1. Mobil sport dengan top speed 334km/jam tersebut juga dilengkapi dengan rem keramik high-performance yang lumrah dipakai di F1. Selain itu, SLR juga mengadopsi manajemen mesin dan sistem pengereman mobil F1.

Mobil premium lainnya dari Jerman yang mengadopsi teknologi serupa adalah Audi. Meski tidak aktif di F1, pabrikan ini terlibat dalam Le Mans 24 Hours dan kejuaraan balap turing Jerman.
(Monokok mobil SLR McLaren)

Sistem direct fuel injection yang dikombinasikan dengan turbo-loader yang pertama kali dipakai pada balapan Le Mans 2001 telah ditransfer pada teknologi jalan raya. Teknologi inilah yang turut mengantarkan Audi menjuarai Le Mans untuk pertama kalinya.

Jadi, benang merah dari tulisan ini adalah tidak semua teknologi pada mobil F1 bisa ditransfer ke mobil jalan raya. Dan jika dilakukan, tidak gampang serta membuat harga mobil sangat mahal.

Source : (Eka Zulkarnain, wartawan Motor Trend Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar